Awal abad ke-20 menjadi titik balik sejarah Indonesia. Saat itu lahir organisasi-organisasi pergerakan yang membuka mata bangsa, mulai dari Budi Utomo (1908) yang sering disebut sebagai tonggak kebangkitan nasional, lalu Sarekat Dagang Islam, Muhammadiyah, hingga Indische Partij. Meski berbeda latar, semuanya punya tujuan sama: memperjuangkan harkat martabat bangsa yang selama ini ditindas.
Seiring waktu, pergerakan ini masuk fase baru. Dari yang semula “lunak”, muncul organisasi dengan semangat lebih radikal, seperti Perhimpunan Indonesia (PI) dan Partai Komunis Indonesia (PKI). Tapi ada juga yang mengambil jalur moderat dengan memilih berdialog dan bekerja sama dengan pemerintah Hindia Belanda. Organisasi moderat ini misalnya Partindo, GAPI, Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI), Persatuan Pemuda Kristen, dan Persatuan Pemuda Katolik.
Dari Pearl Harbor ke Batavia
Tanggal 8 Desember 1941 menjadi hari yang mengguncang dunia: Jepang menyerang Pearl Harbor di Hawaii. Dari situlah pecah Perang Asia Timur Raya atau Perang Pasifik. Dalam waktu singkat, Jepang bergerak cepat menguasai wilayah Asia Tenggara: Filipina, Myanmar, Malaya, Singapura, hingga akhirnya masuk ke Indonesia.
Pada 1 Maret 1942, pasukan Jepang mendarat di Jawa. Hanya butuh beberapa hari, mereka berhasil menguasai Batavia (Jakarta). Tepat 8 Maret 1942, pihak Sekutu di Indonesia menyerah tanpa syarat.
Mengapa Jepang begitu ngotot menguasai Indonesia? Alasannya sederhana: kekayaan alam. Minyak bumi, batu bara, hasil pertanian—semua itu dibutuhkan untuk mendukung mesin perang Jepang. Ditambah jumlah penduduk Indonesia yang besar, mereka bisa memanfaatkannya sebagai tenaga kerja paksa atau romusha.
Meski hanya 3,5 tahun menjajah, penderitaan rakyat di masa Jepang luar biasa berat. Kekejaman militer, kerja paksa, hingga kelaparan membuat masa ini dikenang lebih perih dibanding Belanda.
Menjelang Kemerdekaan
Pertengahan 1945, situasi mulai berubah. Jepang terdesak, tapi mereka masih berusaha merangkul rakyat Indonesia dengan janji manis “hadiah kemerdekaan.” Dibentuklah BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) untuk merancang dasar negara dan menyiapkan kemerdekaan. Setelah itu, lahirlah PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) dengan anggota yang mewakili berbagai wilayah dan tokoh penting bangsa.
Namun sejarah mengambil jalan dramatis. Sebelum PPKI sempat bersidang, dunia diguncang peristiwa besar: bom atom dijatuhkan di Hiroshima (6 Agustus 1945) dan Nagasaki (9 Agustus 1945). Jepang pun menyerah kepada Sekutu.
Kejatuhan Jepang membuka jalan lebar bagi bangsa Indonesia. Janji kemerdekaan dari Jepang memang tinggal janji, tapi momentum itu justru membuat para pemimpin kita berani mengambil keputusan sendiri. Dari sinilah akhirnya lahir proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Singkatnya, jalan menuju kemerdekaan bukanlah hadiah, melainkan hasil perjuangan panjang—dari lahirnya organisasi pergerakan, penderitaan masa Jepang, hingga momentum besar akibat bom atom yang akhirnya membuka pintu kemerdekaan bagi bangsa kita.