uCO8uJcd2NOW77jAZ4AbbiNUmGHcS2tFraLMRoIi

Jurnal perjalanan #3 Pagi yang Terlambat, Sekolah Asrama, dan Langkah Menuju Malaka

Hari kedua dimulai dengan sedikit drama kecil. Jam menunjuk pukul 06:30 ketika saya kaget terbangun. Dalam hati langsung ada rasa bersalah besar: “Waduh, kesiangan Subuh ini!”

Tapi ternyata, setelah buru-buru sholat, saya buka hordeng… eh, kok langit masih gelap? Karena penasaran, saya cek aplikasi waktu sholat. Ternyata Subuh di Johor masuk pukul 05:59. Artinya iya, saya telat, tapi ya masih dalam kategori “alhamdulillah belum suruq”. Lumayanlah, bisa sedikit lega.

Sadar masih ada waktu, saya bangunkan Cahyo, teman sekamar sekaligus adik tingkat sewaktu S1. Selain Cahyo, ada juga Landung—teman seangkatan saya—tapi beda kamar. Dari 26 mahasiswa 4B Pendas, hanya ada tiga cowok: saya, Cahyo, dan Landung. Jadi ya, bisa dibilang kami ini “spesies langka” di kelas.

Ngopi, Packing, dan Foto Bareng

Usai sholat dan mandi, kami ngopi santai sambil ngobrol soal rencana perjalanan hari itu. Intinya: rombongan bakal terpisah.

  • Cahyo dan Landung naik bus 1,
  • saya sendiri di van,
  • sementara ibu-ibu satu kelas punya bus khusus.

Kenapa bisa begitu? Nah, ini cerita tersendiri yang mungkin akan saya bongkar di jurnal selanjutnya.

Setelah ngopi, kami sarapan di resto hotel, lanjut belanja air mineral dan permen di minimarket dekat lobby. Kembali ke kamar, angkut koper, dan kumpul di depan hotel. Momen ini cukup istimewa, karena kami sempat foto bareng lumayan lengkap—setelah itu, formasi kami sering terpecah di berbagai foto.

Dari Direktur sampai Zul

Di van, saya satu kendaraan dengan beberapa panitia:

  • Dadan (bendahara),
  • Bowo (wakil ketua),
  • Efri, Rohman, dan Zul.

Nah, Zul ini memang orangnya ada-ada aja. Dia usul supaya koper saya ditaruh di Bus 4, sementara koper dia sendiri aman-aman di Bus 1, dan koper Rohman di Bus 3. Strategi apa ini? Entahlah, tapi Zul memang jagonya bikin cerita lucu.

Selain panitia, ada juga Pak Direktur, Pak Ishaq, dua dosen lain (yang namanya jujur saya lupa 😅), Bu Maya (tour leader travel), dan tentu saja Pak Sopir. Karena hampir semua sopir yang saya temui di Johor wajahnya mirip keturunan India, saya kasih nama akrab aja: Bang Sop.


Sekolah Rendah dengan Sistem Asrama

Tujuan pertama kami adalah sebuah sekolah rendah di Johor. Modelnya seperti pesantren karena ada asrama. Kebetulan saya pernah mengajar di pesantren selama setahun, jadi saya lumayan paham: pembentukan karakter di asrama itu lebih mudah, karena pengawasan 24 jam.

Kalau sekolah negeri (non-asrama), anak-anak pulang ke rumah, berinteraksi dengan lingkungan luar, dan pola pikir mereka bisa sangat dipengaruhi situasi di luar sekolah. Jadi ketika siang itu diskusi membandingkan sistem asrama dengan non-asrama, saya merasa… hmm… konteksnya agak jauh dari pengalaman saya sendiri.

Menariknya, saya bertemu dengan salah satu guru yang ternyata orang Indonesia asli. Hal ini mengingatkan saya pada cerita ibu: dulu, Indonesia pernah mengirim banyak guru ke Malaysia untuk membantu pendidikan mereka. Ironisnya, kini justru kita yang tertinggal.

Jas Hujan Tertinggal di Koper

Selesai sesi seminar kecil, kami diajak berkeliling sekolah. Eh, tiba-tiba gerimis turun. Masalahnya: tidak ada satu pun dari kami yang bawa payung. Semua jas hujan ada di koper, dan koper? Ya jelas aman di bus. Busnya? Entah di mana.

Nah, di sinilah Zul yang biasanya tenang mulai kena giliran. Semua orang menjadikannya bahan “sasaran”. Jangan tanya kenapa, tapi memang sudah naluri alami rombongan: kalau ada yang paling usil, dialah yang paling enak dijadikan sasaran.

Menuju Malaka

Setelah berpamitan dengan pihak sekolah, rombongan kami melanjutkan perjalanan menuju Malaka. Apa yang terjadi di sana? Tenang… itu bakal saya ceritakan di jurnal berikutnya.

Perjalanan bukan hanya soal destinasi, tapi juga tentang drama kecil, teman seperjalanan, dan momen-momen tak terduga—dari telat Subuh, koper nyasar, sampai Zul yang sukses bikin suasana cair dengan keusilannya.


Sekilas tentang Zul.

Zul alias Zulkarnain adalah kawan seperjuangan dalam menyelesaikan Tesis dan proposal hibah (walaupun tidak lolos). Ia ada orang yang paling sering WhatApps saya bertanya apapun, tapi kalau di WhatApps balik balesannya lama bahkan tidak dibalas. Mungkin ia ingin Tuhan yang membalas 😆

Newest Older
Sugeng Riyanto
Aktif mengajar di SDN Cipinang Besar Selatan 08 Pagi. Purna PSP3 Kemenpora XXIV. Pernah menjadi sukarelawan UCFOS PK IMM FKIP UHAMKA. Kini tercatat sebagai salah satu guru penggerak angkatan 7. Penulis Buku "Pendidikan Tanpa Sekolah. Suka berpergian kealam bebas, Menulis berbagai jenis artikel.

Related Posts

Post a Comment