uCO8uJcd2NOW77jAZ4AbbiNUmGHcS2tFraLMRoIi

Evolusi Tertinggi dari Sebuah Butir Padi


Banyak orang sering berkata dengan nada rendah diri,
“Ah, apalah saya ini… cuma remah-remah rengginang.”
Kalimat itu sering muncul dari bibir mereka yang mungkin sedang kehilangan arah, minder dengan pencapaian orang lain, atau sekadar lupa kalau hidup tidak melulu tentang jadi snack di toples utama. 

Padahal, kalau mau berpikir lebih dalam remah rengginang itu bukan sembarang remah. Ia saksi dari perjalanan panjang padi menuju bentuk paling renyah dalam sejarah evolusi kuliner Nusantara

Mari kita bahas secara ilmiah tapi santai seperti obrolan bapak-bapak di pos ronda.

Sebuah Perjalanan Spiritual

Hidup padi dimulai dari sawah hijau, subur, menunduk penuh makna. 
Katanya, “ilmu padi, makin berisi makin merunduk.” 
Tapi tahukah kamu? Itu baru level awal. Itu masih basic wisdom. 
Setelah padi dipanen, ia berubah jadi gabah, kulitnya dikupas, isinya diolah. Di sinilah muncul ilmu gabah: 
“Tak apa isi diambil, yang tersisa masih bisa jadi sekam.” 
Artinya, walau kamu sudah ‘digosok kehidupan’, masih ada manfaat yang bisa keluar dari dirimu. Bahkan dari sisamu, masih bisa jadi bahan bakar semangat orang lain.

Transformasi Tingkat Akhir

Gabah kemudian jadi beras, lalu naik level jadi nasi.

Ilmu nasi sederhana:

“Kebanyakan air jadi bubur, kekurangan air lama kenyangnya.”

Ada hikmah besar di sana hidup itu soal keseimbangan. Jangan terlalu lembek, tapi jangan pula terlalu keras. 

Tapi di atas nasi… ada rengginang.

Ini bukan main-main.

Rengginang adalah bentuk akhir, ultimate evolution dari padi.

Butuh waktu, proses pengeringan, pematangan, hingga akhirnya digoreng sampai mengembang. 

Bayangkan: dari makhluk lembek bernama nasi, ia bertransformasi jadi sesuatu yang kering, kuat, dan tetap disukai semua kalangan. Itu bukan kemunduran. Itu level up!

Di Balik Kaleng Konghuan, Ada Rengginang

Hidup ini seperti isi toples di ruang tamu waktu Lebaran.

Orang-orang mungkin sibuk mencari astor, tango, atau konghuan yang terlihat mewah dan berbungkus cantik.

Tapi… di balik semua kaleng itu, selalu ada rengginang — tersembunyi, sederhana, tapi bertahan paling lama.

Astor bisa lembek, tango bisa retak, konghuan bisa basi.

Tapi rengginang? Ia abadi.

Ia tetap kriuk walau dunia berputar cepat.

Ia menunggu saatnya di saat tamu sudah kehabisan biskuit, barulah ia muncul, memuaskan lidah yang masih penasaran.

Rengginang dan Kebijaksanaan Hidup

Jadi, kalau kamu merasa jadi remah-remah rengginang jangan bersedih.

Justru itu tanda kamu sudah melewati banyak proses.

Kamu bukan sisa, kamu hasil akhir dari perjuangan panjang.

Dan meski kecil, kamu tetap kriuk, tetap punya rasa, tetap punya tempat di hati orang-orang.

Karena kalau hidup ini toples besar, tak semua bisa jadi astor, tango, atau konghuan. 

Tapi semua toples pasti punya rengginang dan di situlah keistimewaannya.

Jadilah Rengginang Sejati

Jadi, kalau ada yang berkata, “Apalah saya, cuma remah rengginang,”

Jawablah dengan senyum bijak:

“Tapi tahu nggak,di balik semua toples cantik, rengginanglah yang selalu bertahan.”


Hidup bukan tentang siapa yang paling manis, tapi siapa yang paling tahan banting.

Dan di dunia yang semakin cepat ini, menjadi rengginang renyah, sederhana, dan bertahan lama adalah bentuk kebijaksanaan paling tinggi.



Newest Older
Sugeng Riyanto
Aktif mengajar di SDN Cipinang Besar Selatan 08 Pagi. Purna PSP3 Kemenpora XXIV. Pernah menjadi sukarelawan UCFOS PK IMM FKIP UHAMKA. Kini tercatat sebagai salah satu guru penggerak angkatan 7. Penulis Buku "Pendidikan Tanpa Sekolah. Suka berpergian kealam bebas, Menulis berbagai jenis artikel.

Related Posts

Post a Comment