Banyak orang sering berkata dengan nada rendah diri,
“Ah, apalah saya ini… cuma remah-remah rengginang.”
Kalimat itu sering muncul dari bibir mereka yang mungkin sedang kehilangan arah, minder dengan pencapaian orang lain, atau sekadar lupa kalau hidup tidak melulu tentang jadi snack di toples utama.
Padahal, kalau mau berpikir lebih dalam remah rengginang itu bukan sembarang remah. Ia saksi dari perjalanan panjang padi menuju bentuk paling renyah dalam sejarah evolusi kuliner Nusantara.
Mari kita bahas secara ilmiah tapi santai seperti obrolan bapak-bapak di pos ronda.
Mari kita bahas secara ilmiah tapi santai seperti obrolan bapak-bapak di pos ronda.
Sebuah Perjalanan Spiritual
Hidup padi dimulai dari sawah hijau, subur, menunduk penuh makna.Katanya, “ilmu padi, makin berisi makin merunduk.”
Tapi tahukah kamu? Itu baru level awal. Itu masih basic wisdom.
Setelah padi dipanen, ia berubah jadi gabah, kulitnya dikupas, isinya diolah. Di sinilah muncul ilmu gabah:
“Tak apa isi diambil, yang tersisa masih bisa jadi sekam.”
“Kebanyakan air jadi bubur, kekurangan air lama kenyangnya.”
Ada hikmah besar di sana hidup itu soal keseimbangan. Jangan terlalu lembek, tapi jangan pula terlalu keras.
Tapi di atas nasi… ada rengginang.
Ini bukan main-main.
Rengginang adalah bentuk akhir, ultimate evolution dari padi.
Butuh waktu, proses pengeringan, pematangan, hingga akhirnya digoreng sampai mengembang.
Bayangkan: dari makhluk lembek bernama nasi, ia bertransformasi jadi sesuatu yang kering, kuat, dan tetap disukai semua kalangan. Itu bukan kemunduran. Itu level up!
Di Balik Kaleng Konghuan, Ada Rengginang
Hidup ini seperti isi toples di ruang tamu waktu Lebaran.Orang-orang mungkin sibuk mencari astor, tango, atau konghuan yang terlihat mewah dan berbungkus cantik.
Tapi… di balik semua kaleng itu, selalu ada rengginang — tersembunyi, sederhana, tapi bertahan paling lama.
Astor bisa lembek, tango bisa retak, konghuan bisa basi.
Tapi rengginang? Ia abadi.
Ia tetap kriuk walau dunia berputar cepat.
Ia menunggu saatnya di saat tamu sudah kehabisan biskuit, barulah ia muncul, memuaskan lidah yang masih penasaran.
Rengginang dan Kebijaksanaan Hidup
Jadi, kalau kamu merasa jadi remah-remah rengginang jangan bersedih.Justru itu tanda kamu sudah melewati banyak proses.
Kamu bukan sisa, kamu hasil akhir dari perjuangan panjang.
Dan meski kecil, kamu tetap kriuk, tetap punya rasa, tetap punya tempat di hati orang-orang.
Karena kalau hidup ini toples besar, tak semua bisa jadi astor, tango, atau konghuan.
Tapi semua toples pasti punya rengginang dan di situlah keistimewaannya.
Jadilah Rengginang SejatiJadi, kalau ada yang berkata, “Apalah saya, cuma remah rengginang,”
Jawablah dengan senyum bijak:
“Tapi tahu nggak,di balik semua toples cantik, rengginanglah yang selalu bertahan.”
Hidup bukan tentang siapa yang paling manis, tapi siapa yang paling tahan banting.
Dan di dunia yang semakin cepat ini, menjadi rengginang renyah, sederhana, dan bertahan lama adalah bentuk kebijaksanaan paling tinggi.
Newest
Older







