Kebencian adalah emosi yang sering kita anggap wajar. Ia muncul saat kita melihat perilaku buruk, ketidakadilan, atau sifat orang lain yang tidak kita sukai. Namun, para bijak dari masa lalu mengingatkan kita: jangan membenci keburukan seseorang.
Mengapa? Karena kebencian tidak berhenti di permukaan. Ia punya ruang sendiri di dalam rongga hati kita, dan secara diam-diam ia bekerja membentuk kita. Ironisnya, semakin kita membenci suatu perilaku, semakin besar kemungkinan kita justru menirunya.
Cermin yang Membalik Arah
Bayangkan seseorang yang sangat membenci sifat sombong. Ia akan terus menerus menunjuk, mengomentari, bahkan mengejek orang yang ia nilai sombong. Namun, tanpa ia sadari, sikapnya yang suka mengejek itu adalah bentuk lain dari kesombongan. Kebencian telah membuatnya menjadi cerminan dari apa yang ia benci.
Inilah mengapa kebencian berbahaya: ia bukan hanya reaksi, tetapi benih yang bisa tumbuh menjadi karakter.
Nasihat Para Bijak, “Jangan Membenci, Tapi Hindari”
Orang-orang suci dan para pendakwah selalu berpesan: “Jangan benci, tapi hindari.”
Membenci akan mengikat hati kita pada objek kebencian itu. Namun menghindar, menjauh, atau memilih tidak terlibat justru memberikan kita kebebasan.
Kebencian membuat kita terobsesi, sementara penghindaran memberi kita ruang untuk tenang dan jernih berpikir.
Menata Ruang Hati
Stoa mengajarkan tentang pengendalian emosi; Buddha mengajarkan melepaskan nafsu; bahkan ajaran sufi mengingatkan bahwa hati adalah cermin jiwa. Jika ruang hati dipenuhi kebencian, maka yang keluar hanyalah bayangan gelap.
Tapi jika hati dilatih untuk menghindari tanpa membenci, ia akan menjadi ruang yang lebih lapang. Kita tidak lagi terikat pada apa yang kita benci, dan tidak pula menjadi tiruan dari keburukan itu.
Jalan Hidup yang Lebih Ringan
Kebencian mungkin terasa wajar, bahkan melegakan sesaat. Namun dalam jangka panjang, ia hanyalah beban. Ia membuat kita terikat, terobsesi, dan kadang menjadi sama buruknya dengan yang kita benci.
Maka, bijaklah dengan hati. Jangan biarkan ia menjadi gudang kebencian. Lebih baik jadikan ia taman ketenangan: tempat di mana kita memilih untuk tidak ikut larut, tidak meniru, dan tidak membenci hanya menghindari.