uCO8uJcd2NOW77jAZ4AbbiNUmGHcS2tFraLMRoIi

Orang Tua Banyak Tanya, Guru Bingung Jawabnya


Setiap kali pergantian presiden, harapan masyarakat soal pendidikan pasti ikut di-upgrade. Sama seperti saat kita ganti HP baru: ekspektasi lebih kenceng, tapi kadang sinyalnya tetep lemot. Nah, di awal masa pemerintahan Pak Prabowo, angin segar mulai bertiup lewat berbagai wacana pendidikan. Sayangnya, sebagian angin ini bikin masuk angin juga.

Beberapa kebijakan bikin orang tua makin aktif nanya di grup WhatsApp, sementara guru cuma bisa jawab, “Kita tunggu petunjuk teknis ya, Bu.” Dari soal deep learning, pembelajaran coding di SD, hingga tes akademik yang bukan UN tapi… ya gitu deh. Ditambah satu lagi: wacana Sekolah Rakyat yang bikin mikir, “Ini cita-cita mulia tapi eksekusinya kok di Bekasi duluan?”

Belum cukup sampai situ, kakak saya juga sempat bingung, “Sebenernya anak itu harus TK dulu nggak sih biar bisa masuk SD?” Masalahnya, keponakan saya nggak sekolah TK formal, tapi ikut jalur bimbel atau bimbingan belajar membaca (yang katanya setara TK). Nah lho, ini bisa masuk SD negeri nggak ya?

Mari kita bahas satu per satu, dengan kepala dingin dan hati santai.

Deep Learning dan Coding: Keren di Nama, Bingung di Pelaksanaan

Buat sebagian orang tua, istilah “deep learning” bukan tentang pembelajaran mendalam. Tapi lebih mirip pertanyaan dalam hati: “Belajar apa lagi ini?” Padahal, ini bukan soal ganti kurikulum, tapi soal pendekatan. Anak-anak diajak nggak cuma hafal rumus, tapi paham konsep sampai ke akar-akarnya. Niatnya bagus.

Tapi tentu, niat baik tanpa komunikasi yang jelas bisa bikin miskom. Apalagi ditambah pembelajaran coding sejak SD. Banyak orang tua langsung merasa tersindir secara teknologis.

“Saya aja baru bisa ngetik pakai dua jari, anak saya disuruh bikin program?”

Guru juga nggak kalah pusing. Nggak semua punya pengalaman atau pelatihan khusus soal coding. Di beberapa sekolah, pelatihannya aja belum turun, tapi ekspektasi sudah naik duluan. Ending-nya, guru jadi YouTuber dadakan buat belajar Python kilat. Serius, demi anak bangsa!

Tes Akademik: Sukarela Tapi Wajib?

Setelah UN dihapus, sekarang muncul Tes Kompetensi Akademik. Pemerintah bilang ini nggak wajib, tapi… bisa jadi pertimbangan masuk sekolah negeri. Ini semacam kalimat “Terserah, tapi kalau kamu nggak ikut, ya risiko ditanggung sendiri.”

Guru di kelas jadi serba salah. Mau nyaranin ikut, takut dikira overthinking. Mau santai, takut murid nggak dapet sekolah favorit. Orang tua pun waswas:

“Kalau nggak ikut, anak saya bisa masuk SMP negeri nggak?”

Informasinya simpang siur, juknis belum turun, tapi kekhawatiran sudah duluan viral. Ini bukan salah siapa-siapa. Cuma ya, sebaiknya pemerintah lebih bijak dalam menyampaikan informasi. Jangan kasih angin segar, tapi jendelanya ditutup.

Sekolah Rakyat: Harapan Tinggi, Lokasi Masih Jakarta-Bekasi

Ide Sekolah Rakyat berbasis asrama, dengan kurikulum nasional dan fasilitas lengkap, tentu sangat mulia. Katanya, ini untuk membantu anak-anak dari keluarga tidak mampu. Tapi begitu lokasi pertamanya diumumkan… eh, kok di Jakarta dan Bekasi duluan?

Saya pribadi berharap sekolah ini diprioritaskan di daerah 3T. Bukan karena sentimen geografi, tapi karena di sana akses pendidikan masih seperti sinyal HP di tengah hutan: ada, tapi lemot dan sering putus. Anak-anak dari NTT, Papua, dan pelosok Kalimantan semestinya bisa jadi penerima manfaat utama. Tapi kita tunggu saja, semoga proyek ini benar-benar berpihak pada mereka yang paling membutuhkan.

TK Wajib Nggak Sih?

Nah, ini juga penting dibahas. Kakak saya sampai debat kecil sama saya soal ini. Anaknya ikut bimbingan baca tulis, bukan TK formal. Pertanyaannya: bisa masuk SD negeri nggak?

Secara aturan, Permendikbud No. 1 Tahun 2021 menyebutkan bahwa TK bukan syarat wajib masuk SD. Tapi… beberapa sekolah punya kebijakan sendiri. Kadang pakai istilah “rekomendasi TK”, atau minta bukti kemampuan baca-tulis. Ini bikin orang tua bingung. Negara bilang boleh, sekolah bilang nanti dulu.

Lagi-lagi, ini soal komunikasi. Kalau memang fleksibel, maka sebaiknya informasi juga seragam. Jangan bikin orang tua mikir anaknya gagal masa depan cuma karena nggak ada ijazah TK.

Pendidikan yang Terbuka, Bukan Membingungkan

Saya percaya pemerintah punya niat baik. Tapi pendidikan bukan sekadar proyek. Ia adalah ekosistem yang melibatkan guru, siswa, dan orang tua. Setiap kebijakan yang tidak dijelaskan dengan baik akan jadi ladang miskomunikasi.

Guru bukan corong kementerian. Mereka juga manusia biasa yang butuh kejelasan. Dan orang tua? Mereka hanya ingin anaknya punya masa depan yang lebih baik, tanpa harus pusing memahami istilah teknis dan perubahan mendadak.

Kalau mau bikin kebijakan baru, ya silakan. Tapi tolong pastikan semua yang di lapangan juga diajak ngobrol. Biar nggak ada lagi yang nanya, “Ini sebenernya masih Merdeka Belajar, atau udah Gagah Perkasa Belajar?”


Related Posts
Sugeng Riyanto
Aktif mengajar di SDN Cipinang Besar Selatan 08 Pagi. Purna PSP3 Kemenpora XXIV. Pernah menjadi sukarelawan UCFOS PK IMM FKIP UHAMKA. Kini tercatat sebagai salah satu guru penggerak angkatan 7. Penulis Buku "Pendidikan Tanpa Sekolah. Suka berpergian kealam bebas, Menulis berbagai jenis artikel.

Related Posts

Post a Comment