uCO8uJcd2NOW77jAZ4AbbiNUmGHcS2tFraLMRoIi

Ketika Anak Lupa Snack di Sekolah - Pelajaran Kecil Tentang Rezeki, Lupa, dan Cinta yang Tulus


Malam sudah hampir larut. Udara kamar mulai tenang, hanya terdengar dengus kipas angin yang berputar pelan. Saya bersiap tidur, menutup hari yang panjang, ketika suara kecil memecah keheningan: tangis anak saya.

Tangisnya tidak terlalu keras, tapi cukup membuat saya terjaga penuh. Seperti biasa, naluri orang tua langsung menuntun kaki ke sumber suara. Saya hampiri, lalu bertanya lembut, “Ada apa, Kak?”

Sambil sesenggukan, ia menjawab, “Snack yang Kakak beli sama Umma tadi pagi... ketinggalan di kelas.”

Sekilas, saya hampir tertawa. Tapi saya tahan, karena di balik tangis kecil itu ada kesedihan yang tulus kesedihan kehilangan sesuatu yang ia tunggu sejak pagi. Snack kecil yang mungkin bagi orang dewasa tak lebih dari bungkus keripik biasa, tapi bagi anak kecil di taman kanak-kanak, itu adalah harta karun yang penuh rencana.

Saya mencoba menenangkan. “Yang di bawah kasur itu snack siapa?” tanya saya, menunjuk plastik kecil yang tergeletak di sisi tempat tidur.
Ia menjawab polos, “Itu untuk Umma dan Aba.”

Saya terdiam sejenak. Dalam hatiku muncul rasa hangat yang sulit dijelaskan. Anak ini baru saja menangis karena kehilangan snack, tapi masih memikirkan berbagi untuk orang tuanya.

Lalu saya tersenyum, duduk di sampingnya, dan berkata,
“Lupa itu wajar, Kak. Semua orang pernah lupa. Kadang lupa itu juga bagian dari rezeki. Kalau snack itu memang masih rezekimu, besok pasti masih ada. Kalau enggak, mungkin Allah mau kasih yang lain. Yang lebih enak.”

Ia berhenti menangis, lalu mengangguk pelan. Di wajah kecilnya saya lihat ekspresi lega — campuran antara paham dan pasrah, meski mungkin belum sepenuhnya mengerti filosofi rezeki yang saya maksud. Tapi tidak apa-apa, karena malam ini ia baru saja belajar dua hal penting: bahwa lupa bukan akhir dunia, dan bahwa kehilangan tidak selalu berarti hilang rezeki.

Malam pun kembali tenang.
Sementara saya, diam-diam tersenyum dalam hati. Ternyata, kadang pelajaran hidup paling lembut datang dari tangis kecil anak di pinggir kasur bukan dari buku motivasi atau nasihat panjang.

Related Posts
Sugeng Riyanto
Aktif mengajar di SDN Cipinang Besar Selatan 08 Pagi. Purna PSP3 Kemenpora XXIV. Pernah menjadi sukarelawan UCFOS PK IMM FKIP UHAMKA. Kini tercatat sebagai salah satu guru penggerak angkatan 7. Penulis Buku "Pendidikan Tanpa Sekolah. Suka berpergian kealam bebas, Menulis berbagai jenis artikel.

Related Posts

Post a Comment