uCO8uJcd2NOW77jAZ4AbbiNUmGHcS2tFraLMRoIi

Jurnal perjalanan #2 Dari Cancel Flight, Changi Jewel, hingga Pop Hotel Johor

Pagi Buta yang Sibuk

Hari pertama dimulai pukul 02.30 dini hari. Bukan jam ideal untuk bangun, apalagi untuk memulai petualangan. Tapi demi perjalanan lintas negara, alarm pun menang. Saya bergegas menuju bandara, memastikan kawan-kawan yang sudah tiba lebih awal tetap tenang—apalagi bagi mereka yang tidak membaca update di grup WhatsApp. (Sungguh, notifikasi grup itu kadang seperti undangan reuni: kalau dibaca bikin pusing, kalau nggak dibaca bikin ketinggalan informasi penting).

Sementara itu, pihak travel sibuk mencari jalan keluar. Dari 78 peserta, rombongan yang seharusnya naik pesawat pertama pukul 07.30 mendadak jadi korban cancel flight. Alhasil, semua rencana yang sudah ditulis rapi di kertas runtuh hanya dalam sekali pengumuman maskapai.

Awalnya kami dibagi ke tiga penerbangan:

  • Penerbangan 1 → 07.30
  • Penerbangan 2 → 08.25
  • Penerbangan 3 → 08.30

Tapi karena pesawat pertama cancel, beberapa dialihkan ke penerbangan kedua, ada yang ke penerbangan jam 11.30, bahkan ada yang baru terbang pukul 13.00. Renava panitia pun langsung masuk kotak. Memang benar pepatah lama: manusia hanya bisa merencanakan, maskapai yang menentukan.

Tiket Berubah, Ayam Goreng Berontak

Saya sendiri awalnya masuk rombongan penerbangan terakhir, tapi akhirnya dipindahkan ke penerbangan jam 10.30. Tidak dekat jendela, jadi tidak ada dokumentasi pemandangan awan yang biasa jadi stok Instagram.

Sambil menunggu boarding, kami dapat jatah makan siang. Katanya ayam goreng tepung, tapi ketika digigit, ayamnya malah melawan balik. Teksturnya lebih mirip puzzle daripada makanan. Mungkin ini ujian mental sebelum masuk imigrasi.

Pengalaman Pertama Keluar Negeri

Meski sering naik pesawat domestik tahun 2014–2016, ini adalah pertama kalinya saya keluar negeri. Ada syarat baru: paspor, form imigrasi, dan segala macam singkatan—SGAC untuk Singapura, MDAC untuk Malaysia. Intinya harus menulis kapan datang, kapan pulang, naik apa, bahkan mungkin harus menebak mood kita selama di sana.

Di Singapura, semua serba elektronik. Di Malaysia, ternyata masih manual. Rasanya seperti pindah dari aplikasi digital ke buku raport zaman SD.

Changi, Jewel, dan Masjid Sultan

Begitu mendarat di Changi Airport Singapura, kami langsung diarahkan ke Jewel Changi. Bayangkan saja: air terjun raksasa di dalam bandara, dikelilingi pepohonan yang tampak alami tapi sesungguhnya hasil rekayasa manusia. Saya sempat terkesima beberapa detik, lalu sadar: “Ini semua buatan, Sugeng. Pohonnya asli, tapi konsepnya kapitalis sekali.”

Dari sana kami bergeser ke Masjid Sultan. Uniknya, di Singapura hanya masjid ini yang boleh melantangkan azan dengan pengeras suara. Masjid lain tidak boleh. Kami sholat dzuhur dan ashar di sana, sambil berfoto. Anehnya, saya baru sadar Singapura banyak sekali burung gagak. Entah kenapa mereka betah di negeri sekecil itu.

Makan Malam, Air Mancur, dan Merlion

Menjelang malam, kami makan sekitar pukul 18.00—meski matahari masih keras kepala menolak tenggelam. Selepas makan, lanjut ke pertunjukan air mancur berteknologi suara dan cahaya. Teman-teman bilang, pertunjukan di TMII justru lebih menarik. Tapi tetap saja, semua orang duduk terpana, seolah-olah ini pertama kali lihat air jatuh dari langit. Saya sendiri memilih menjauh, mencari udara segar yang lebih bersahabat.

Lalu tibalah momen wajib turis: foto di depan Merlion, ikon Singapura. Catatan penting buat calon pelancong: bawa botol minum sendiri. Harga air mineral di Singapura bisa bikin kita rindu harga es teh manis di warung depan rumah.

Perbatasan dan Pop Hotel Johor

Selepas puas berkeliling, kami menuju perbatasan Singapura–Malaysia. Proses imigrasi di sini penuh disiplin. Antreannya panjang, tapi semua berjalan cepat—bahkan hampir berlari. Beda sekali dengan antrean loket kereta di tanah air, yang biasanya lebih santai dan penuh intrik.

Akhirnya, kami tiba di Malaysia dan menginap di Pop Hotel Johor. Perjalanan hari pertama resmi ditutup dengan rasa lega bercampur lelah.

Pelajaran Hari Pertama

Hari pertama perjalanan ini mengajarkan satu hal penting: jangan pernah percaya 100% pada itinerary. Cancel flight, ayam goreng pemberontak, antrean imigrasi, semua adalah bumbu tak terduga dalam perjalanan. Tapi justru itulah yang membuat cerita semakin seru—dan layak ditulis dalam jurnal.


Bersambung…


Sugeng Riyanto
Aktif mengajar di SDN Cipinang Besar Selatan 08 Pagi. Purna PSP3 Kemenpora XXIV. Pernah menjadi sukarelawan UCFOS PK IMM FKIP UHAMKA. Kini tercatat sebagai salah satu guru penggerak angkatan 7. Penulis Buku "Pendidikan Tanpa Sekolah. Suka berpergian kealam bebas, Menulis berbagai jenis artikel.

Related Posts

Post a Comment