uCO8uJcd2NOW77jAZ4AbbiNUmGHcS2tFraLMRoIi

Bahagia Tanpa Mengejar, Satire tentang Keinginan, dan Manajemen Hidup

batu cave malaysia

Orang Paling Bahagia Adalah yang Tidak Minta Bahagia

Kebahagiaan, katanya, adalah hak segala bangsa. Sayangnya, kebahagiaan sering jadi barang mahal yang dipajang di etalase mall, dipasarkan lewat iklan smartphone terbaru, atau dipamerkan di story Instagram. Ironisnya, semakin kita mengejarnya, semakin jauh rasanya.

Mari kita ambil contoh sederhana.

Seorang pekerja kantoran punya mimpi: harus punya iPhone! Dia kerja keras, lembur, bahkan rela begadang demi gaji yang akhirnya cukup buat beli iPhone itu. Ketika akhirnya dia genggam iPhone barunya, rasanya dunia seakan berhenti berputar bahagia! Minimal sampai iPhone generasi berikutnya keluar.

Di sisi lain, ada orang yang hidupnya lebih sederhana. Dia nggak pernah masuk wishlist punya iPhone. Gajinya pas-pasan, cukup buat bayar kos, makan, dan mungkin sesekali traktir temen ngopi sachet. Lalu suatu hari, dia beli air mineral, buka tutupnya, ternyata dapat hadiah undian: iPhone gratis! Bahagia? Iya. Tapi lebih lucu lagi: dia nggak pernah minta, nggak pernah ngotot, bahkan nggak pernah kepikiran.

Nah, di sinilah letak satirenya:

Orang yang sibuk mengejar bahagia, justru sering lebih lelah daripada yang nggak pernah minta bahagia.

Keinginan = Sumber Penderitaan

Iwan Fals, “Keinginan adalah sumber penderitaan tempatnya di dalam pikiran.” Dan benar saja. Begitu kita ingin sesuatu, kita langsung jadi budak keinginan itu. Kita rela terjebak macet, stres kerja, sampai adu gengsi demi sesuatu yang sebenarnya bisa ditunda atau bahkan nggak penting.

Sebaliknya, orang yang nggak banyak maunya justru sering dapat bonus tak terduga. Nggak punya ekspektasi, nggak punya target muluk-muluk hidupnya malah lebih tenang. Kalau kata filsafat Stoa, inilah manajemen keinginan: membatasi apa yang benar-benar kita anggap perlu.

Pesimisme Positif ala Pidi Baiq

Pidi Baiq pernah bilang soal pesimis positif. Maksudnya begini: ketika kita nggak berharap terlalu banyak, hidup jadi lebih ringan. Kalau gagal, ya biasa aja. Kalau berhasil, ya syukur. Hidup jadi mirip minum es teh di warung, nggak pernah kita pikir bakal enak banget, tapi ketika haus ternyata segelas es teh bisa lebih melegakan daripada setumpuk pencapaian.

Bahagia Itu Bonus, Bukan Target

Jadi, orang paling bahagia bukanlah orang yang sibuk mengejar kebahagiaan. Justru mereka yang hidupnya sederhana, mengalir, tanpa target muluk-muluk, yang sering dapat kejutan menyenangkan. Bahagia itu seperti hadiah undian di tutup botol: kita nggak bisa pesan, tapi kadang datang tiba-tiba.

Mungkin, kalau dipikir-pikir, mengejar bahagia itu sama absurdnya kayak lari di treadmill: capek, keringetan, tapi ujung-ujungnya tetap di tempat.


Jadi, mau bahagia? Kurangi keinginan, perbanyak penerimaan. Karena sering kali, yang bikin hidup terasa berat bukan kurangnya iPhone, tapi kebanyakan wishlist. 

Related Posts
Sugeng Riyanto
Aktif mengajar di SDN Cipinang Besar Selatan 08 Pagi. Purna PSP3 Kemenpora XXIV. Pernah menjadi sukarelawan UCFOS PK IMM FKIP UHAMKA. Kini tercatat sebagai salah satu guru penggerak angkatan 7. Penulis Buku "Pendidikan Tanpa Sekolah. Suka berpergian kealam bebas, Menulis berbagai jenis artikel.

Related Posts

Post a Comment