uCO8uJcd2NOW77jAZ4AbbiNUmGHcS2tFraLMRoIi

1 : 32 - Perbandingan guru dan siswa



1 : 32

Menjadi guru di Jakarta memang susah susah mudah, enak enak enggak, dan seterusnya. Sebagai pusat dari pemerintahan, perekonomian, Jakarta sebagai kota tentu menarik banyak orang untuk hadir. Semua warga Jakarta berlomba untuk bisa mengadu nasib dan menang di sini. Walupun tidak semuanya menang.

Orang-orang banyak merantau ke Jakarta, dengan segala daya dan upaya. Resiko perantauan kadang dihitung kadang diabaikan. Bondo nekat, modal nekat, yang penting jalan dulu aja. Begitu kata banyak perantau yang akhirnya mengalami kesulitan beradaptasi di Jakarta dan harus hidup dengan keadaan yang jauh dari layak.

Selain sektor ekonomi, gelombang urban juga sangat berdampak pada lini pendidikan. Terlebih banyak sekali kebijakan pemerintah daerah khususnya dalam bidang pendidikan yang sangat berbeda dan menggiurkan para masyarakat daerah. Misalnya bantuan Kartu Jakarta Pintar, atau pendididkan gratis sampai tingkat Sekolah Menengah Atas.

Efek domino dari semua itu adalah antusisme masyarakat untuk dapat menyekolahkan anak mereka ke sekolah-sekolah negeri. Dampak yang sangat nyata dan dihadapi oleh guru adalah perbandingan mengajar di kelas. Dalam ekosistem kelas satu guru berbanding dengan paling sedikit dua puluh siswa dan paling banyak tiga puluh dua siswa.

Perbandingan guru dan siswa ini tentu melahirkan sebuah kondisi dimana guru harus membagi konsentrasi, perhatian, dan tindakannya. Hal tersebut tentu menjadikan kondisi belajar dan mengajar tidak begitu optimal. Hal ini juga ditambah dengan kebijakan untuk menerima satu anak berkebutuhan khusus di kelas.

Banyak pengalaman menarik suka dan duka tentang 1:32 ini. Bahkan sebelum 32 dalam satu kelas saya pernah mengajar dua kelas sekaligus dalam satu tahun dengan jumlah siswa per kelas sebanyak 40 siswa. Hal yang pertama saya rasakan adalah kesulitan untuk mengidentifikasi potensi dan bakat yang dimiliki secara mendalam.

Dalam kondisi demikian saya harus mengimbangkan semua kemampuan yang dimiliki oleh siswa agar proses pembelajaran tidak timplang. Dengan kemampuan siswa yang berbeda-beda tentu hal tersebut menjadi tantangan tersendiri.

Faktor lainnya adalah latar keluarga yang beragama juga menjadi cerita lain. Masalah sedikit saja antara anak atau siswa bisa memunculkan keriuhan di komunitas orang tua. Bahkan beberapa orang tua cendrung melakukan hal-hal terbilang negatif. Menjadi contoh buruk bagi peserta didik.

Dilain sisi guru yang bukan merupakan warga sekitar, sangat buta akan konflik sosial dan permasalah sosial yang dialami siswa. Sepanjang pengalaman saya mengajar di lembaga resmi pendidikan atau menjadi relawan dalam organisasi, kepekaan guru terhadap lingkungan sosial menjadi salah satu hal yang di tuntut.

Untuk mengantisipasi hal tersebut saya pernah mengadakan home visit ke rumah beberapa siswa yang saya ampuh. Namun ada juga yang menolak dikunjungi dengan alasan tidak ada orang di rumah dan lain sebagainya. Penolak-penolakan ini tentu menjadi penghambat bagi saya sebagai guru mengetahui kondisi nyata ketika anak sedang belajar di sekolah.

Tak jarang orang tua meminta saya sebagai guru untuk memberikan perhatian lebih kepada anaknya. Sementara ketika pembelajaran berlangsung ada 31 anak lainnya yang juga harus saya awasi. Saya juga menemukan sebuah anomali bibit-bibit penyakit sosial pada anak. Anak memiliki kemampuan kamufalse yang baik. Ketika sedang di rumah ia menjadi pribadi yang baik, namun jika di rumah akan menjadi pribadi yang berlainan.

Masih banyak pengalaman yang tidak bisa saya tuliskan di sini. Tentu dari kesemua itu ada pelajaran. Namun yang menjadi penekanannya adalah 1:32 jauh dari kata optimal dalam proses pembelajaran. Guru membutuhkan waktu untuk membaca karkater dan memposisikan diri dalam proses pembelajaran yang ideal.


Related Posts
Sugeng Riyanto
Aktif mengajar di SDN Cipinang Besar Selatan 08 Pagi. Purna PSP3 Kemenpora XXIV. Pernah menjadi sukarelawan UCFOS PK IMM FKIP UHAMKA. Kini tercatat sebagai salah satu guru penggerak angkatan 7. Penulis Buku "Pendidikan Tanpa Sekolah. Suka berpergian kealam bebas, Menulis berbagai jenis artikel.

Related Posts

Post a Comment